Minggu, 11 Desember 2011

Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi Lintas Budaya
By: Rika Lusri Virga, S.Ip., MA
DEFINISI: Intercultural Communication is Interaction with individuals from different cultures
By: Gamble & Gamble, 2008:29
Komunikasi antar budaya yaitu interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi.
By: Samovar and Friends, 2010: 13
KARAKTERISTIK: Adanya perbedaan yang meliputi bahasa, agama, tradisi dan kebiasaan.
By: Samovar and Friends, 2010: 31

Komunikasi Lintas Budaya

Download materi Komunikasi Lintas Budaya klik disini

Selasa, 06 Desember 2011

PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI

Perkembangan Ilmu Komunikasi di Eropa
 Suratkabar sebagai studi ilmiah mulai menarik perhatian pada tahun 1884. studi tentang pers muncul dengan nama Zaitungskunde di Universitas Bazel (swiss, dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di Universitas Leipzig di Jerman.Kehadiran pengetahuan persuratkabaran ini semakin menarik perhatian ilmuwan. Sepuluh tahuan kemudian pakar sosiologi mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakatmassa. Dalam hubungan antara pers dan pendapat umum itulah kemudian yangmenaikkan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan nama Zaitungswissenschaft (ilmu suratkabar) pada tahun 1925.
Tokoh yang turut berperan dalam perkembangan komunikasi saat itu yaitu Pakar sosiologi, Max Weber. Ia yang pertama kali mengusulkan agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi organisasi.
Perkembangan Ilmu Komunikasi di Amerika
Ilmu komunikasi berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Sebagai sesutau keterampilan mengenai suratkabar, jurnalistik, sudah mulai dikenal sejak tahun 1970.Namun pertama kali diajarkan sebagai sebuah ilmu pengetahuan pada tahun 1870 di Washington College. Keilmuan Jurnalistik baru diakui setelah Jurnalistik menjadi sebuah minor program Ilmu Sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930-an.
Tokoh-tokoh utama dalam periode ini antara lain Harold D. Laswell, Carl I. Hovland, PaulLazarsfeld dan Ithiel de Sola Pool.
Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia
Ilmu komunikasi berkembang di tanah air dimulai dengan nama Publisistik, dengan dibukanya jurusan Publisistik di Fakultas Sosial dan Politik di Universitas gajah mada pada tahun 1950. Juga di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia pada tahun 1959. Demikian juga pada tahun 1960 di Universitas Pajajaran Bandung dibuka Fakultas Jurnalistik dan Publisistik. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982 menyeragamkan nama disiplin ilmu ini menjadi ilmu komunikasi.
Tokoh-tokoh yang berjasa mengembangkan Ilmu Komunikasi di Indonesia antara lain: Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo
Ilmu Komunikasi sebagai Ilmu Multidisipliner
Sebelum berdiri sendiri sebagai suatu disiplin dalam kelompok sosial, maka sesuai
latar belakang sejarahnya, embrio ilmu komunikasi dipelajari sebagai bagian dari
sosiologi di Jerman dan tercakup dalam departemen bahasa Inggris di Amerika.
Dasar-dasarnya sebagai kajian ilmiah dan metodologinya
berasal dari berbagai disiplin ilmu.
Sejak awal hingga kini, memang banyak ilmuwan dari berbagai disiplin telah
memberikan sumbangan kepada ilmu komunikasi. Antara lain Harold D. Lasswell
(ilmu Politik), Max Weber, Daniel Lehner, Everet M. Rogers (Sosiologi), Carl I.
Hovland, Paul Lazarsfeld (Psikologi), Wilburn Schramm (Bahasa), Shannon dan
Weaver (Matematika dan Teknik). Keterlibatan berbagai disiplin ilmu dalam
membesarkan ilmu komunikasi ini dimaknai oleh Fisher (1986) bahwa ilmu
komunikasi mencakup semua dan bersifat sangat eklektif (menggabungkan
berbagai bidang).
Communication is ……
Proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna dalam lingkungan mereka. (West&Turner, 2008:5)

Pengertian Model Komunikasi

« Representasi suatu fenomena komunikasi, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur -unsur terpenting dari fenomena tersebut »
« Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi »

Fungsi Model Komunikasi
« Melukiskan proses komunikasi »
« Menunjukkan hubungan visual »
« Membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi »
Model S – R
Model Stimulus – Respon adalah model komunikasi paling dasar.
Dalam model ini menggambarkan sebuah aksi dan reaksi
Model Aristoteles
Lebih dikenal dengan model retoris
Dalam model ini mengungkapkan tiga unsur komunikasi yaitu Pembicara, Pesan dan Pendengar
Model Shannon dan Weaver
Model ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya.
Model Newcomb
Komunikasi merupakan suatu cara yang lazim dan efektif yang memungkinkan orang-orang untuk mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka.

KOMUNIKASI POLITIK

Is concerned with the way in which the political world to shape by the communication environment.
( Bersangkutan dengan cara dimana terbentuk sebuah dunia politik yang menggunakan lingkungan komunikasi )
BY: Meadow (Politics as Communication, 1980:4
Karakteristik
Refer to any exchange of symbols or messages that to a significant extend have been shaped by, or have consequences for the functioning of political system.

(Mengacu pada setiap pertukaran simbol atau pesan untuk memperpanjang signifikansi yang telah dibentuk, atau memiliki konsekuensi terhadap sistem politik...)

BY: Meadow (Politics as Communication, 1980:4)

Komunikasi Organisasi

Definisi Merupakan pertukaran informasi diantara orang-orang di dalam organisasi
Karakteristik Yaitu prinsip-prinsip pengaturan dimana orang diberika urutan di atas atau di bawah yang lain


• Fungsi Komunikasi dalam Organisasi: Pengendalian
Dalam organisasi memiliki wewenang dan garis panduan formal yang harus di patuhi bawahannya.
• Memperkuat Motivasi
Dengan komunikasi seorang atasan dapat menjelaskan ke para karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan.
• Pengungkapan Emosi
Komunikasi dalam organisasi menciptakan kelompok kerja yang menjadi salah satu sumber interaksi sosial yang dapat menimbulkan terciptanya rasa puas maupun kecewa dalam bekerja.

• Informasi
Sebuah komunikasi dapat memberikan informasi yang diperlukan individu maupun kelompok untuk mengambil keputusan

KOMUNIKASI INTAPERSONAL

Definisi: Komunikasi intrapersonal merupakan proses melakukan perenungan, perencanaan, dan penilaian yang diikuti terjadinya proses neuro-fisiologis yang melandasi terbentuknya tanggapan, motivasi, dan komunikasi kita dengan orang-orang atau faktor-faktor lingkungan kita.
Karakteristik Alat penginderaan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya.

Persepsi Pengamatan tentang objek, peristiwa, atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi & menafsirkan pesan.
Memori Sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta.
Berpikir Manipulasi / organisasi unsur - unsur lingkungan dengan menggunakan lambang - lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.

KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Definisi “ Komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang atau lebih “
( West & Turner, 2008: 36 )
Karakteristik Cenderung pada sebuah interaksi dimana tercipta relasi antara dua orang atau lebih.
Contoh
Interaksi Dokter – Pasien
Interaksi Guru – Murid
Interaksi Orang Tua - Anak
Efektivitas
Keterbukaan (Openness)
Empati (Empathy)
Sikap Mendukung (Supportiveness)
Sikap Positif (Positiveness)
Kesetaraan (Equality)
Tujuan:
Menemukan Diri Sendiri
Memahami Dunia Luar
Membentuk dan Menjaga Hubungan
Berubah Sikap dan Tingkah Laku

CERPEN II Buku-Buku Bercerita

Oleh : Lilian (Ikom B)
Dahulu aku tidak begitu disukai orang-orang karena tampilanku yang kampungan dan jelek. Perwujudanku baku dan biasa saja. Tidak menarik sama sekali. Mereka memandangku sebelah mata, menyamakanku sekelas dengan museum atau tempat-tempat tua yang tidak diminati kebanyakan orang. Aku kalah dengan gedung-gedung mewah pusat perbelanjaan. Mereka – sebagian besar penerus bangsa telah mengabaianku dan berganti alih kepada alat-alat digital yang mampu memuaskan segala keingintahuan mereka. Padahal aku tahu, teknologi baru itu tidak selengkap dan sesempurna aku. Eniklopedia sebenarnya, tidak berbelit dan tidak membingungkan. Aku akui, aku begitu jelek dan pengap. Sekali orang mengunjungiku mereka langsung disuguhi oleh bau ngengat dan kapur barus. Buku-buku tua dan berdebu. Tata letak konvensional tanpa memperhatikan desain ruang – bagaimana agar dapat menarik para pengunjung. Hanya tatanan meja-meja berbilik dan kursi yang berbaris menyamping atau mundur ke belakang.

Hingga suatu malam, usai semua pengunjung dan penjaga pulang, aku mendengar rintihan sedih dan cakap-cakap bernada muram dari beberapa buku tua yang berjejer di rak-rak. Ada diantara mereka yang menggerutu dan mengadu.

“Sebenarnya, apa salah kita? Mereka tidak mau lagi menyentuh dan membaca kita. Apa karena isi-isi yang tekandung di dalam diri kita terlalu berat dan memberatkan otak mereka?” salah satu buku tebal berisi Ilmu Pengetahuan Alam menggerutu.

“Dilihat dari luar saja tampilanmu tidak menarik! Sampul gelap, kertas buram dan bau pengap. Lihat aku! Mereka lebih menyukaiku karena aku lebih menarik, sampulku berwarna-warni dan terdapat ilustrasi dari isinya. Ditambah lagi, isiku lebih ringan dan mampu membuat mereka tertawa. Tidak seperti dirimu! Jawab buku komik Sinchan sambil memandangi buku tebal dengan pandangan sinis.

Hari kian larut, menjelang tengah malam. Aku masih belum juga bisa beristirahat karena kegaduhan mereka belum juga reda. Kulanjutkan saja mendengar perbincangan sekumpulan buku itu.

Buku teenlit tidak mau kalah, ia pun turut angkat bicara.

“Kamu jangan berbangga diri dulu! Diantara penghuni perpustakaan ini, aku yakin, akulah yang paling diminati. Mereka sering memperebutkanku, bahkan tak sabar menunggu antrian pengunjung lain agar bisa meminjam dan membacaku. Hahahaha… akulah sang primadona yang merajai perpustakaan ini.”

Begitu khidmat aku mendengarkan perbincangan mereka. Meski sedikit mengantuk, ada saat aku dibangunkan kembali oleh celoteh riuh mereka.

Aku menjadi tambah tertarik ketika mendengar obrolan mereka tidak lagi mengenai membanggakan diri dan menonjolkan kelebihan mereka. Nampaknya, perbincangan ini kian serius dan tidak ada habisnya. Mungkin sampai pagi. Sampai mereka lelah dan tertidur dimana saja.

“Hei, apa kalian tidak menyadari? Hari bertambah hari pamor kalian berkurang. Para pengunjung satu-peratu mulai enggan mengnjungi tempat ini. Mereka telah dialihkan oleh hiburan dan tempat baru yang lebih asyik. Akulah yang mencatat perjalanan hidup kalian dan perpustakaan ini. Aku tahu persis perkembangan kalian dan tempat ini. Apa kalian tidak menyadari?” tiba-tiba jam dinding angkat bicara dan mengluarkan pendapatnya.

Seketika, semua penghuni perpustakaan yang masih terjaga saling berpandangan – menunjukkan reaksi terkejut dan gusar. Mereka baru menyadari perubahan ini setelah diingatkan oleh perkataan jam dinding. Suara riuh dan bisik-bisik tidak dapat terhindarkan lagi.

“Benarkah? Lalu apa yang harus kita lakukan? Tempat apa itu? Hiburan apakah itu? Aku ingin tahu.” buku mini kumpulan puisi pun penasaran, ia menonjolkan dirinya, melonjak-lonjak agar bisa melihat jam dinding dan berharap suara kecil dan cemprengnya yang khas bisa didengar olehnya.

Kemudian, jam dinding menjulurkan kepalanya ke depan, bola matanya bergerak-gerak untuk mencari suara kecil itu. Dan ditemukanlah sesosok buku mungil berdiri dan siap mendengarkan jawabannya. Setelah menemukan – siapa yang berbicara lalu ia menjawab dengan suara cukup keras agar bisa di dengar oleh seluruh penghuni ruangan.

“Tentu saja.” tangannya bersidekap dan ia melanjutkan perkataannya. “Mereka adalah teknologi visual berbasis pengetahuan dan hiburan. Semua bisa dilihat dan didapat dari benda berbentuk kotak itu. Benda itu bernama komputer, laptop, netbook dan beberapa macam lainnya yang memiliki fungsi hampir sama dengan mereka. Satu lagi yang membuat mereka semakin canggih dan menarik adalah ketika mereka telah dipasangi oleh jaringan internet.”

“Internet?” serentak para buku mengucapkan kata itu, kata yang masih terdengar asing di kalangan mereka.

“Ya! Internet.” jam dinding menekankan kata itu sekali lagi sambil menggoyangkan jari telunjuknya – membuat semua dari mereka kian penasaran. “ Dari internet mereka bisa melihat apapun yang ingin mereka lihat dan membaca apapun yang hendak mereka baca. Dengan internet kita bisa menjelajahi dunia. Ia juga bisa menyuguhkan gambar yang bisa bergerak. Tidak seperti kalian, mirip benda mati!”

“Tapi kita kan memang benda mati…” sela buku biografi Einstein menyadari kodrat dirinya.

“Memang. Maksudku, meskipun kita benda mati tetapi kita tidak boleh pasrah dianggap mati begitu saja. Boleh orang mengatakan kita benda mati, tetapi kenyataannya isi yang terkandung dalam diri kita bisa menghidupkan semangat banyak orang dan menggugah pikiran mereka. Oya, tempat menarik tadi adalah pusat perbelanjaan dan mereka biasa menyebutnya “mall.”

“Betul, betul, betul!” buku kumpulan cerpen membetulkan (mengikuti gaya suara upin-ipin).

“ Tapi, apa yang harus kita lakukan agar mereka tertarik untuk membaca kita lagi?” sela salah satu buku yang nampak kusut dan kelelahan, ia hampir putus asa.

Suasana menjadi hening. Semua menunggu jawaban, menunggu solusi – apakah berasal dari jam dinding, atau dari peserta lain. Semua berpikir untuk mencari pemecahan masalah berkurangnya pengunjung perpustakaan. Semua penghuni disini - termasuk aku menganut sistem demokrasi dan musyawarah. Semua bebas bicara dan beraspirasi. Entah itu buku buruk rupa ataupun majalah nan cantik jelita yang tertata di pinggir meja sana. Siapa saja boleh bicara.

Tak terkecuali aku. Meskipun sedari tadi aku diam, tetapi sebenarnya aku mendengarkan semua yang mereka bahas dan perbincangkan. Jika itu baik dan merupakan hasil dari setiap kesepakatan, aku akan berusaha membantu semampuku.

“Nah!” jam dinding berbicara dan mengagetkan mereka. Setiap pasang mata tertuju padanya. “Aku punya usul, bagaimana kalau kita melakukan protes kecil-kecilan? Agar perpustakaan tempat tinggal kita ini dibenahi dan direnovasi kembali. Aku berpikir, seharusnya kita juga mengikuti perkembangan zaman dan keinginan pasar atau pengunjung. Tidak hanya begini-begini saja, berdebu, pengap dan berbau kapur barus. Dilihat saja sudah membuat orang tidak nyaman dan membuat mereka enggan kembali lagi. Aku ingin semuanya dibenahi dan dibangun kembali. Baik itu bagian depan, halaman, penataan rak, kursi meja juga kalian…”

“Kami?” mereka – para buku itu menunjuk dirinya masing-masing.

“Ya! Kalian! Kalian harus nampak bersih, harus ditata serapi dan semenarik mungkin. Juga tidak hanya meja kursi saja yang menemani kalian. Seharusnya mereka mementingkan kenyamanan pengunjung. Bisa ditambah kantin dan tempat air minum, progam pemasangan wi-fi, dan kupikir akan lebih menarik jika ditambah ruang khusus tempat baca anak. Wow, pasti menyenangkan dan mereka akan betah berlama-lama di perpustakaan ini.”

Jam dinding menjelaskan ide-denya dengan penuh semangat dan menggebu.

“Hmmm…lalu, selanjutnya kita harus bagaimana?” sebagian dari mereka melontarkan pertanyaan serupa.

Jam dinding berpikir sejenak sebelum memutuskan sesuatu.

“Kalian harus bergerak dan aku yang akan menjadi komandonya. Apapun yang aku perintahkan kalian harus melaksanakan, demi kelancaran tujuan kita. Paham?”

“Paham!” jawab mereka serentak.

Secara tidak langsung mereka telah mengangkat jam dinding sebagai pemimpin mereka.

Dengan air muka serius jam dinding mulai membicarakan rencana dan aksi-aksi apa yang hendak mereka lakukan. Ia memerintahkan seluruh dari mereka untuk keluar dari rak dan menyuruh mereka tergeletak sembarangan. Jadilah perpustakaan itu menjadi semrawut dan berantakan. Salah satu aksi pendukung protes selanjutnya. Setelah itu ia menunjuk satu buku berjudul “Bagaimana Membangun Perpustakaan Kreatif, Edukatif dan Atraktif?” untuk maju ke garda depan – menyuruhnya terlentang di depan pintu utama dan membuka salah satu halaman yang menjelaskan bagaimana membangun perpustakaan yang sarat nilai-nilai pendidikan dan menarik bagi semua kalangan.

“Siap!” jawab buku berjudul “Bagaimana Membangun Perpustakaan Kreatif, Edukatif dan Atraktif? dengan tegas.

Ia berjalan dengan gagah berani menuju depan pintu utama. Ia menjalaninya tanpa ragu-ragu dan penuh semangat. Mungkin karena baru kali ini – setelah sekian lama tidak dipedulikan dan dibaca ia merasa berharga dan sangat dibutuhkan.

Melihat dan mendengar betapa antusiasnya mereka, aku ikut larut dan tersentuh. Ada sebuah suara yang berteriak di dalam diriku – mendorongku agar turut serta membantu.

“Kamu haru ikut lakukan sesuatu! Kamu harus ikut lakukan sesuatu!” bisiknya berulang kali – entah berasal dari mana suara itu. Mungkin berasal dari hati kecilku sendiri.

Sementara, mereka tengah sibuk di dalam sana – berusaha keras berjuang demi sebuah perubahan yang mereka impikan. Aku bersiap-siap membantu. Aku telah bertekad dan aku rela jika harus mengorbankan driku sendiri asalkan nantinya bebuah manis. Ketika mereka sedang giat-giatnya, tiba-tiba…

BRUKK!

Aku menggeliat dan menjatuhkan diriku – menjadi runtuh dan berkeping. Detik-detik menjelang hembusan nafas terakhirku, samar-amar aku masih bisa mendengar suara jerit panik mereka.

“Ada apa ini? Ada apa ini?”

Jerit terakhir yang membuat tempat itu hening setelahnya. Sebagian besar buku-buku tertimbun oleh bangunan perpustakaan lama itu.

Keesokan harinya, petugas perpustakaan pertama yang datang dikejutkan oleh fenomena yang terpampang jelas di depan matanya. Merasa dirinya berada di alam bawah sadar – ia memukul dirinya sendiri untuk memastikan apakah benar sesuatu yang dilihatnya benar-benar nyata. Setelah yakin, ia menjadi murung dan bersedih. Melihat sebagian semangat hidupnya runtuh dan tak bersisa.

Semua buku tertimbun kecuali satu buku yang masih tegar berada di depan pintu utama. Ia mendekati satu-satunya buku yang terlihat dan tersisa. Perlahan ia berjongkok mengambil buku itu dan membacanya. Beberapa saat setelah membaca, lama-lama kesedihannya memudar dan tergantikan oleh sebuah ide yang cemerlang.

“Aku tahu!” pikirannya berteriak, bersorak merayakan ide baru tentang nasib selanjutnya perpustakaan runtuh itu.”
Agt’ 11

Dimana Pemudaku yang Dulu?

Melihat pemuda dari sisi masa sekarang dan masa lampau sungguh sangat berbeda. Gaya hidup dan pemikiran yang kontras, juga sikap dan daya tahan yang semakin tergilas. Itulah potret pemuda jaman sekarang. Krisis identitas membuat mereka bingung dan terombang-ambing dari satu mode ke mode yang lain. Padahal kita punya satu bangsa yang besar dan wajib dibanggakan. Tapi kenapa satu-persatu pemuda sejati bangsa menghilang? Mereka menjadi tidak percaya diri dan lebih membanggakan produk negara lain? Gaya berpakaian, makanan, film - mereka terbawa arus globalisasi yang kemudian berubah menjadi kaum hedon yang gemar mengkonsumsi budaya pop.
Ironis. Saat pemuda yang harusnya menjadi kebanggaan keluarga dan bangsa, diidam-idamkan, malah sibuk dengan dirinya sendiri dan bersikap apatis pada keadaan sekitar. Dimanakah gelar kritis dan dinamis yang selalu disematkan disetiap dada pemuda? Mungkinkah karena terlalu nyaman pasca merdeka dan dimanjakan oleh teknologi canggih mereka menjadi lupa dengan tugas melanjutkan pembangunan?
Penulis merindukan sosok-sosok pemuda zaman sebelum merdeka. Bung karno dengan semangat pergerakannya, Hatta, Syahrir dan masih banyak lagi para penggerak yang notabene dulunya seusia dengan kita, seusia dengan pemuda sekarang. Dengan berani kaum muda mendebat kaum tua untuk menyegerakan kemerdekaan. Mereka berani mengambil keputusan dan membuktikan bahwa tindakan yang mereka ambil tepat dan akhirnya terlaksanalah proklamasi kemerdekaan. Sungguh, pemuda sangat mempesona jika mereka mau dan berkeyakinan melaksanakann perannya. Menjadi pemuda yang mandiri, gagah berani dan berarti bagi orang lain, bangsa maupun negara.
Maka dari itu, kitalah pemuda itu. Pemuda yang siap menjalani revolusi baru. Meninggalkan sikap abu-abu dan berubah menjadi penentu. Hendaklah kita memupuk rasa nasionalisme yaitu memulainya dengan mengenal diri sendiri, mencintai bangsa ini dan memahami budaya lokal.
Mencemooh budaya bangsa sendiri berarti mencoreng wajah kita masing-masing. Marilah, budayakan sikap interospeksi diri. Bukan negara yang berubah dan rusak tetapi orang-orang yang di dalamnyalah yang meracuni diri mereka sendiri atau teracuni oleh budaya lain. Nasionalisme, nasionalisme! Ciptakan sifat cinta tanah air kalian dan temukan efek positifnya. Identitas yang hilang akan segera diketemukan. Salam sumpah pemuda!
Minggu, 9 0ktober 2011

By: Lilian Ikom B

Menulis itu Tidak Sulit

Menulis merupakan kesenangan tersendiri bagi sebagian orang. Dengan menulis seseorang bisa dengan jelas menyampaikan aspirasi atau maksud. Pada dasarnya kemampuan menulis dimiliki oleh setiap orang ditambah kegiatan menulis merupakan rutinitas harian yang telah dipelajari semenjak seseorang mulai memasuki bangku sekolah dasar. Namun yang membedakan adalah isi atau kualitas dari tulisan itu dan cara penyampaian kepada pembaca – apakah pembaca benar-benar mampu memahami secara keseluruhan isi yang dimaksud atau tidak, hal itu merupakan tugas penulis. Penulis tidak melulu memposisikan dirinya sebagai agen tetapi kadangkala ia juga harus merasakan menjadi penikmat.
Menulis seperti mengejar sesuatu, seperti hendak mendatangi tujuan. Penulis tidak akan berhenti sebelum benar-benar selesai dan menemukan poin yang diharapkan. Bahkan terkadang masih berkelanjutan karena merasa masih ada yang mengganjal dan belum terselesaikan.
Salah satu tanda penulis hebat adalah penulis yang tidak pernah kehabisan kata-kata. Tidak bisa dipungkiri bahwa senjata utama seorang penulis adalah kata-kata yang kemudian dirangkai menjadi kalimat berkembang menjadi paragraf lalu berkembang lagi menjadi cerita atau artikel. Perkayalah bahan bacaan dan istilah-istilah baru untuk menambah kualitas dalam menulis
Sebelum memulai menulis, ciptakanlah suasana santai dan tenang, baik itu dari dalam diri penulis maupun keadaan sekitar. Usahakan jangan menulis karena menuruti mood. Buatlah mood menuruti kemauan si penulis.
Menulis erat kaitannya dengan ide. Ide tidak akan datang dengan sendirinya, kamulah yang harus peka untuk menemukan ide-ide itu. Tempat baru, peristiwa, musik, film apapun bisa membantumu menemukan inspirasi baru. Lalu kembangkanlah ide dengan tidak memperlakukannya melalui satu sudut pandang saja. Gali sesuatu atau bagian dari ide itu dari sisi yang baru dan belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Semisal, saat orang-orang hanya memandang buku sebagai benda mati dan berguna untuk dibaca, kamu bisa membayangkan atau berimajinasi bahwa buku itu hidup dan bisa berbicara. Tokoh cerita tidak harus makhluk hidup. Dengan ide baru itu kamu bisa menciptakan keunikan tersendiri dalam cerita yang kamu buat.
Menulislah sedikit demi sedikit, rutinitas menulis juga menentukan perkembangan kemampuanmu yang perlahan akan membentuk karakter atau kekhasan dari tulisan itu.
Jadi, jangan tunda-tunda lagi. Menulislah sedari sekarang. Cintailah dunia tulis menulis seperti kamu mencintai dirimu sendiri. Menulis? Kenapa tidak?

By: Lilian, Ikom B 2011

Komunikasi Organisasi & Komunikasi Politik

Download File Komunikasi Organisasi & Komunikasi Politik klik di sini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls